Kamis, 17 Maret 2011

Barry Likumahuwa

Dari nama belakangnya, orang mahfum akan bakat musiknya yang besar. Meski sempat terbebani nama besar sang ayah, putra Benny Likumahuwa ini akhirnya bisa membuktikan diri dan mengukir jejak sendiri. Di tangannya, instrumen bass dan musik jazz jadi terdengar asyik dan bisa dinikmati semua kalangan.
Lahir dan besar di lingkungan pemusik, mau tak mau menyeret Elseos Jeberani Emanuel Likumahuwa (26) jatuh cinta pada musik. Bagaimana tidak, sejak masih di dalam kandungan sang bunda, Ribkah Ariadini, Barry, demikian ia biasa disapa, setiap hari dicekoki dengan musik, terutama musik jazz kreasi sang ayah, Benny Likumahuwa.Tapi, kecintaan Barry yang sesungguhnya pada jazz baru benar-benar tumbuh saat usia 11 tahun. “Waktu itu Papa dan Mama ngajakin aku ke festival jazz. Di situ aku nonton penampilan grupChick Korea , dan langsung jatuh cinta. Terutama sama permainan bass John Pattituci, bassis Chick Korea ,” kisah pria kelahiran 14 Juni 1983 ini.
Masuk bangku SMA, Barry membentuk band bersama teman sekolahnya. Menjajal berbagai panggung sekolah, Barry seolah tak terpisahkan dengan bass-nya. “Aku pilih bass karena aku tertarik mengeksplornya. Orang kan, tahunya bass cenderung sebagai instrumen belakang, hanya untuk rhtym dan menjaga beat . Padahal, enggak juga. Bass itu bisa dimainkan dengan banyak cara, bisa tiba-tiba di depan, sebagai lead , atau solo juga.”
Saking cintanya pada bass dan musik jazz, Barry remaja bahkan sempat bertekad tak mau menginjakkan kaki di bangku kuliah. Barry bertekad hidup sepenuhnya dari musik.Tentu saja tekad bungsu dari 3 bersaudara ini membuat pusing kedua orangtuanya. “Akhirnya Papa-Mama mengultimatum. Kalau memang bisa hidup dari musik, enggak kuliah pun, enggak apa-apa.”
Sayang, tekad bulat saja tak cukup.Setelah menunggu sekian waktu, tak ada job yang menghampiri Barry. “Ya, udah. Mau enggak mau harus kuliah. Itu pun, nyari yang murah dan cepat, karena sebenarnya emangenggak pengen kuliah,” kisah Barry yang akhirnya menyelesaikan D-1 jurusan desain grafis.
Usai kuliah, Barry kembali menggantungkan hidup dari musik. Meski rajin menggelar pertunjukan, tak banyak rupiah yang bisa diraup Barry kala itu. “Udah pada tahulah kalau jazz itu kan, bayarannya paling kecil,” seloroh Barry. Tapi, dewi fortuna akhirnya memihak pada Barry. Pada satu pertunjukan di tahun 2003, ia dipertemukan dengan Glenn Fredly.
Glenn yang jatuh cinta dengan betotan bass Barry yang apik, langsung menggandengnya menjadi personil tetap di band pengiring. Dari sinilah perjalanan profesional Barry dimulai. Perlahan namun pasti, nama Barry pun mulai dikenal, tak hanya di kancah musik jazz, tapi juga pop.
“Pop itu untuk penyokong dan nambah tabungan. Dari jazz kan, enggak bisa hidup. Kalau mau hidup dari musik, harus bisa lihat realitas,” ujar Barry yang bersama Glenn, banyak menangani proyek musik. “Enggak cuma main bass, tapi juga jadi arranger dan music director .”
Namun, masa-masa ‘bulan madu’ Barry-Glenn hanya bertahan 4 tahun. Merasa tak lagi sejalan dalam visi dan idealisme, Barry pun melepas posisinya sebagai bassis di band pengiring Glenn. Tak lama, Barry menerima tawaran bermain bersama Dewi Sandra dan Agnes Monica

Senin, 07 Maret 2011

Dedy Lisan - Andra and The BackBone

Dedy Lisan dilahirkan pada tanggal 2 Juli 1976 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara hasil pernikahan Matnur Lisan dan Supriati. Dedy mengenal musik sejak SMP dan mulai sesekali ngeband ketika duduk di bangku SMA. Senang bermain gitar meski tidak mahir dan lebih nyaman ketika menjadi vokalis. Ketika kuliah di FISIP UI, Dedy beberapa kali tampil di atas panggung dalam acara kampus. Musik professional mulai digelutinya ketika ikutan bermain di kafe-kafe seputaran Jakarta selama setahun. Sayang dunia jurnalistik kemudian lebih digelutinya.
Selama setahun kegiatan sebagai jurnalistik sepak bola di Tabloid Soccer menjadi rutinitasnya. Meski sibuk sebagai jurnalis, kegiatan menyanyi tidak pernah benar-benar ditinggalkan. Tapi kali ini bukan lagi di atas panggung lebih sebagai song writer dan berkutat di studio.
Dunia musik kembali digeluti ketika Majalah Hai merekrutnya sebagai jurnalis musik. Pergaulan di antara musisi semakin intens dilakukan. Lewat Hai Dedy kenal para musisi tanah air dan berkesempatan mewawancarai band mancanegara. Dan lewat Hai juga perkenalannya dengan Andra dan Stevie terjadi. Sebelumnya sebagai jurnalis, Dedy hanya bertemu Andra dan Stevie ketika dalam liputan untuk Hai.
Agung Krusok dan Ari Lasso lah yang menyarankan Andra untuk mengaudisi Dedy sebagai vokalis Andra and The BackBone. Lucunya pertemuan Dedy dengan Andra terjadi setelah saling kontak lewat situs pertemanan www.friendster.com. Setelah saling bertukar nomor ponsel, pertemuan pertama terjadi ketika Dewa show di Cirebon di bulan Februari 2006. Setelah itu proses kreatif terjadi di studio 19 dan Legend. Tanpa banyak proses yang rumit, Dedy langsung dipilih Andra untuk menjadi vokalis Andra and The BackBone. Akhirnya Dedy memutuskan untuk mundur dari profesinya sebagai jurnalis demi fokus ke pekerjaan barunya sebagai musisi.
Saat ini Dedy masih aktif bersama Andra and The BackBone dan telah menghasilkan 2 album.